carisinyal-web-banner-retina 35

Inilah Kelebihan dan Kekurangan HP Buatan Infinix

Ditulis oleh Hilman Mulya Nugraha

Bagi konsumen Indonesia, nama Infinix sudah sangat akrab di telinga sebagai brand ponsel yang menawarkan nilai tinggi. Namun, penting untuk diketahui bahwa Infinix tidak berdiri sendiri. Mereka adalah bagian dari Transsion Holdings, sebuah grup besar yang juga menaungi dua brand saudaranya, yaitu Tecno dan itel (dan juga Villaon).

Karena mereka berada di bawah satu induk perusahaan, banyak laporan riset pasar global seringkali menggabungkan pengiriman produk mereka. Inilah mengapa dalam laporan pangsa pasar, nama Transsion yang sering disebut, bukan Infinix atau dua brand lainnya. 

Infinix sendiri seringkali diposisikan sebagai brand yang paling fokus pada performa dan gaya hidup anak muda. Dalam beberapa tahun terakhir, brand ini mengalami transformasi yang sangat baik.

Ada banyak perubahan yang membuat ponsel Infinix kini semakin dilirik dan itu jadi kelebihan tersendiri. Namun, jelas ada juga kekurangan dari ponsel Infinix. Untuk itu, saya akan jabarkan semua hal terkait plus minus ponsel Infinix secara umum berikut ini. 

Kelebihan Infinix

Ada sejumlah alasan tertentu yang membuat Infinix tetap eksis di Indonesia hingga saat ini. Berikut adalah poin-poin kelebihannya.

1. Banyak Menghadirkan Ponsel Rp 2–3 Jutaan Berkualitas

Infinix NOTE 50X 5G+

Saya agak kaget denga perkembangan Infinix beberapa tahun terakhir. Bila menilisik ke era sebelum 2024, banyak ponsel Infinix di kelas harga Rp1 jutaan yang cukup menarik. Namun, mulai 2024 sampai sekarang, trennya berubah.

Ponsel Infinix yang menarik justru sekarang mendominasi di segmen harga Rp 2 jutaan. Di rentang harga inilah Infinix benar-benar all-out. Mereka menggelontorkan begitu banyak varian ponsel menarik yang, jujur saja, spesifikasinya satu sama lain cenderung mirip.

Hal ini mungkin di satu sisi bisa membuat konsumen bingung memilih, namun ini jelas sebuah "kebingungan yang positif" karena pasar dibanjiri oleh pilihan-pilihan dengan value-for-money tinggi. Saya juga kadang suka bingung sendiri, ada banyak ponsel yang secara penamaan dan spesifikasinya cenderung mirip-mirip tapi bagus.

Di rentang harga Rp2 jutaan, konsumen tidak lagi hanya mendapat fitur standar. Infinix sudah berani menjadikan panel layar AMOLED 120Hz sebagai standar baru di kelas ini, sesuatu yang dulu hanya ada di HP kelas atas.

Ponsel di kelas harga Rp2 jutaan ini juga diisi dengan performa kencang. Minimal MediaTek Helio G99 (atau G100 dan G200). Ada juga yang sudah dibekali MediaTek Dimensity yang berarti beberapa sudah menawarkan jaringan 5G.

Selain itu, banyak ponsel Infinix di kelas harga ini menghadirkan baterai besar dan teknologi pengisian daya super cepat.

Ambil contoh seri Infinix Note 40 (seperti Note 40 Pro 5G) atau Infinix Note 50X 5G yang harganya ada di rentang Rp2 jutaan. Keduanya tidak hanya mendukung pengisian daya nirkabel, tapi juga memperkenalkan ekosistem MagCharge (mirip MagSafe Apple).

Beberapa ponsel di harga Rp3 jutaan juga bagus. Di kelas harga ini, ada contoh ponsel seperti Infinix GT 30 atau GT 30 Pro. Dengan banderol harga Rp 3jutaan, ponsel-ponsel ini menawarkan performa gaming yang kencang.

Dan yang paling merusak pasar, charger nirkabel magnetisnya itu (MagPad/MagPower) sering kali sudah disertakan secara gratis di dalam kotak penjualan. Gara-gara ini, banyak yang menyangka Infinix adalah brand yang memberikan sedekah kepada konsumen, bukan cari untung.

2. Menghadirkan Layar Berkualitas, Tidak Sekadar Lebar

Infinix Hot 60 Pro+

Selama beberapa tahun terakhir, Infinix telah membangun reputasi sebagai merek yang konsisten menawarkan ponsel bernilai tinggi. Ciri khas yang masih dipertahankan hingga 2025 dan 2026 adalah penggunaan layar berukuran besar di kelas harga terjangkau. Hal ini memberikan pengalaman visual yang lebih imersif bagi pengguna, seringkali melampaui standar umum di segmen tersebut.

Dulu, pada generasi seperti Infinix Note 7 hingga Note 10, ukuran layar mendekati 7 inci menjadi ciri khas yang memberikan pengalaman layaknya phablet. Seiring waktu, fokus Infinix bergeser. Mereka tidak lagi hanya mengejar ukuran layar ekstra besar, tetapi mulai memprioritaskan peningkatan kualitas panel, termasuk adopsi layar AMOLED di rentang harga yang lebih kompetitif.

Sebagai contoh, pada 2025, Infinix menghadirkan Infinix Note 50. Ponsel ini mengusung layar 6,78 inci dengan panel AMOLED, resolusi Full HD Plus, refresh rate 144 Hz, dan tingkat kecerahan 1.300 nit.

Ada juga di segmen yang lebih terjangkau yakni Infinix Hot 60 Pro. Infinix Hot 60 Pro juga hadir dengan bentang layar 6,78 inci yang sama luasnya. Meskipun menggunakan panel IPS, layarnya tetap sangat mumpuni berkat refresh rate 120 Hz.

Hal tersebut menunjukkan strategi Infinix yang fleksibel, yakni memberikan opsi AMOLED premium di seri Note dan opsi IPS super-mulus di seri Hot. Selain itu, strategi ini menunjukkan konsistensi Infinix dalam menawarkan ukuran layar 6,78 inci, yang terasa lebih lega dibandingkan banyak pilihan lain di pasaran.

Sudah jarang memang Infinix hadirkan layar 6,9 inci. Tren ini berubah karena belakangan, popularitas tablet kembali meningkat. Sehingga posisi layar yang lebih lebar bisa diisi tablet, atau bisa juga diisi ponsel lipat. Meski sampai artikel ini tayang, Infinix Indonesia belum merilis layar lipat.

3. XOS yang Kaya Fitur dan Jaminan Update yang Lebih Jelas

xos

Sisi software seringkali menjadi aspek yang 'dianaktirikan' oleh brand yang fokus pada hardware murah. Namun, Infinix tampaknya mulai mengubah anggapan ini. Dulu mungkin XOS identik dengan bloatware, namun XOS 15 sudah jauh lebih matang dan kaya fitur.

Salah satu gebrakan terbesarnya adalah integrasi fitur AI yang canggih. Di saat kompetitor di kelas harga yang sama masih polosan, Infinix sudah berani menyematkan asisten AI on-board bernama Folax.

Asisten cerdas ini bukan sekadar gimik. Folax hadir dengan kemampuan praktis yang biasanya eksklusif untuk HP flagship. Contoh fiturnya meliputi AI Summarizer untuk merangkum artikel web atau teks panjang secara instan, AI Translator untuk terjemahan real-time saat bepergian, dan bahkan AI Wallpaper Generator untuk membuat gambar latar unik sesuai keinginan.

Bayangkan, fitur canggih ini sudah bisa dinikmati di ponsel seperti Infinix Note 50 Pro dan Infinix GT 30. Ini jelas sebuah value addition yang sangat langka untuk ponsel di rentang harga Rp 2 jutaan atau Rp 3 jutaan.

Selain itu, dosa lama Infinix soal software juga perlahan mulai dibenahi. Dibandingkan periode 2023 ke bawah yang kadang tak jelas jaminan update-nya, kini situasinya sudah jauh lebih baik. Untuk lini andalannya, terutama seri Note dan GT, Infinix sudah mulai memberikan jaminan update software yang lebih pasti.

Memang, durasi dukungannya mungkin belum bisa sepanjang kompetitor di kelas atas. Namun, komitmen untuk memberikan setidaknya satu atau dua kali update versi Android dan patch keamanan berkala adalah sebuah peningkatan yang saya apresiasi.

Hal ini menunjukkan keseriusan Infinix untuk tidak hanya menjual spek gahar, tapi juga memberikan rasa aman dan pengalaman pengguna yang lebih panjang.

4. Brand Value yang Meningkat

Infinix GT 30 5G

Salah satu kelebihan Infinix yang paling terasa peningkatannya di akhir 2025 adalah soal nilai brand (nama) mereka. Jika dulu banyak yang ragu, kini Infinix telah kokoh menjadi salah satu pilihan utama di benak konsumen Indonesia.

Saya sendiri sering ditanya oleh rekan terdekat atau tetangga mengenai brand ini. Pertanyaannya pun kini sangat spesifik, seperti, "HP Infinix seri ini bagus nggak, ya?" atau "Antara Note 50 Pro atau Hot 60, mending mana?"

Ini adalah pergeseran yang sangat besar. Pertanyaannya bukan lagi "Infinix itu brand apa?", melainkan "Infinix seri apa yang paling bagus?". Ini menunjukkan kepercayaan publik yang sudah sangat tinggi terhadap brand ini.

Peningkatan status ini tentu didukung oleh strategi branding yang sangat serius. Langkah cerdas mereka menggandeng brand ambassador (BA) dengan fanbase besar, seperti JKT48, terbukti sangat sukses. Strategi ini berhasil membuat brand Infinix terasa lebih dekat, relevan, dan keren di mata pasar anak muda.

Tentu saja, angka di atas kertas juga membuktikan hal ini. Laporan dari firma riset pasar IDC menunjukkan bahwa Transsion Holdings (induk perusahaan Infinix, itel, dan Tecno) secara konsisten mendominasi pasar.

Transsion berhasil menjadi pemimpin pasar untuk keseluruhan tahun 2024 dengan pangsa 18,3%. Pada 2025, posisinya menurun. Transsion tidak lagi nomor 1 tetapi market share-nya masih tinggi.

Yang menarik, Meskipun posisinya di Indonesia berfluktuasi, Transsion menunjukkan performa global yang impresif. IDC melaporkan bahwa secara global, Transsion mencatat pertumbuhan tahunan tertinggi sebesar 13,6% di Kuartal III (Q3) 2025.

Data memang tidak menunjukkan khusus Infinix. Namun, dibanding Tecno dan itel, penjualan produk Infinix lebih dominan. Data ini juga membuktikan, Infinix telah sukses bertransformasi dari sekadar brand murah menjadi salah satu brand terpopuler dan paling dipertimbangkan di kelasnya

5. Memiliki Layanan After Sales yang Baik

carlcare_Sumber: Selular.id

Infinix berhasil meningkatkan kualitas layanan purna jual atau yang biasa disebut dengan after sales, dengan mengandalkan layanan purna jual Carlcare Service Center.

Ini merupakan layanan after sales resmi untuk brand Infinix. Layanan ini sudah tersedia di lebih dari 120 titik lokasi, tersebar di seluruh penjuru Indonesia mulai dari Jawa, Kalimantan, dan Sumatra.

Pemilik Infinix juga tidak perlu melakukan effort lebih untuk menghubungi layanan ini, cukup dengan membuka situs resmi carlcare.com atau membuka aplikasi CarlCare yang tersedia di smartphone Infinix.

Untuk mendapatkan pelayanan premium, tersedia juga Carlcare Flagship Service Center yang tersedia di ITC Kuningan di Jakarta. Di sini, Anda dapat merasakan perbaikan kilat (hanya 1 jam) untuk perbaikan yang mudah, dan durasi hingga maksimal 72 jam untuk perbaikan kompleks.

7. Durabilitas dan Build Quality Meningkat

Infinix Smart 10 Plus

Harus diakui, build quality atau kualitas rakitan bodi dulu sering jadi kekurangan besar bagi ponsel Infinix, atau bahasa halusnya selalu jadi hal yang perlu diperhatikan. Stigma yang penting kencang membuat bodinya sering terkesan seadanya. 

Namun sekarang, ceritanya sudah 180 derajat berbeda. Anggapan lawas itu tidak lagi relevan, karena durabilitasi kini justru menjadi salah satu keunggulan baru mereka.

Hal ini bisa dilihat mulai dari seri paling terjangkau. Ambil contoh Infinix Smart 10 Plus. Di rentang harga Rp1 jutaan, ponsel ini kini sudah punya sertifikasi IP64. Ini adalah sebuah gebrakan, yang berarti HP murah ini sudah dirancang resmi untuk tahan penuh terhadap debu dan tahan cipratan air bertekanan tinggi. 

Tentu ini memberikan ketenangan pikiran (peace of mind) yang luar biasa bagi pengguna dengan bujet terbatas.

Komitmen ini berlanjut ke seri populer mereka, seri Hot. Infinix Hot 60 Pro, yang dikenal sebagai HP gaming terjangkau, tidak hanya fokus pamer layar 120Hz. Ponsel ini juga hadir dengan build quality solid yang didukung sertifikasi IP64. 

Tidak hanya itu, layarnya juga sudah dilindungi oleh Gorilla Glass 7i, membuatnya jauh lebih tahan gores dan benturan. Infinix seolah ingin berkata bahwa HP gaming murah mereka kini bukan cuma kencang, tapi juga 'siap tempur'.

Peningkatan paling drastis tentu terasa saat beralih ke seri Note. Pada Infinix Note 50 Pro, peningkatannya jauh melampaui IP rating biasa. Infinix secara spesifik mengklaim ponsel ini tangguh dan tahan banting. 

Hal ini dicapai berkat desain Quad-Curved Metal yang menawan namun kokoh. Bodinya menggunakan material Metal ArmorAlloy yang dikombinasikan dengan ShockAbsorb Architecture. Perpaduan ini dirancang khusus untuk meningkatkan daya tahan, meredam benturan, dan mengurangi risiko kerusakan saat HP terjatuh.

Di segmen gaming atas, ada Infinix GT 30 5G. Di sini, konsep build quality diperluas. Ini bukan hanya soal tahan banting secara fisik, tapi juga soal ketahanan performa. Untuk menjamin hal itu, ponsel ini dirancang dengan perakitan presisi tinggi yang mencakup teknologi pendingin canggih. 

Infinix menyematkan 3D Vapor Cloud Chamber (3DVCC) seluas 20.000 mm² yang masif. Sistem ini bertugas menjaga suhu tetap stabil dan mencegah throttle, bahkan saat 'diajak' bermain game berat dalam durasi panjang.

Peningkatan build quality ini kini terlihat merata di semua lini. Mulai dari seri Smart yang terjangkau kini tahan cipratan air dan debu, hingga seri Note dan GT yang menawarkan material premium serta arsitektur tahan banting, baik secara fisik maupun performa. 

Memang ketahanannya belum sampai IP68 dan belum sampai punya sertifikasi standar militer Amerika. Tapi, menurut saya, ketahanan dan durabilitas yang ada sekarang sudah sangat baik. Siapa tahu ke depannya, ponsel Infinix di kelas harga terjangkau punya IP68 dan ketahanan militer.

7. Tawarkan Fitur Pengisian Daya Cepat di Ponsel Mid-range

infinix note 40

Ada satu kelebihan yang menonjol dari ponsel Infinix beberapa tahan terakhir, yakni dukungan charger yang kencang. Infinix sering hadirkan charger dengan kecepatan tinggi untuk ponsel di rentang harga Rp2 sampi Rp4 juta. Ini semua berkat ekosistem yang mereka sebut All-Round FastCharge.

Infinix Note 50 Pro contonya. Mereka menyematkan 90W Wired FastCharge yang mampu mengisi baterai 5200 mAh-nya dalam waktu sekitar 44 menit. Sementara itu, Infinix GT 30 Pro berfokus pada baterai besar 5500 mAh dengan dukungan 45W FastCharge.

Tapi keunggulannya tidak berhenti di situ. Di seri yang lebih terjangkau seperti Infinix Hot 60 Pro, mereka juga sangat kompetitif dengan 45W FastCharge. Teknologi ini mampu mengisi 50% baterai 5160 mAh-nya hanya dalam waktu sekitar 22 menit, sebuah angka yang jauh melampaui standar rata-rata di kelas harganya.

Inovasi ini bukan hanya soal mengisi baterai dengan cepat. Di sinilah Bypass Charging berperan, fitur yang sangat krusial bagi para gamer karena ponsel bisa tetap digunakan main game saat diisi daya. Fitur ini sudah hadir di beberapa seri Hot dan Note yang lebih baru. 

Yang paling mengejutkan bagi saya adalah wireless charging. Dulu, fitur ini adalah kemewahan yang hanya ada di HP flagship super mahal. Namun, di 2025, Infinix sudah mulai membawa teknologi Wireless MagCharge (pengisian daya nirkabel magnetik) ke seri premium mereka. 

Baik Infinix Note 50 Pro maupun Infinix GT 30 Pro kini hadir dengan dukungan 30W Wireless Charging. Bisa jadi kedepannnya, Infinix bakal membawa fitur ponsel mahal ke kelas menengah. 

Kekurangan Infinix

Terlepas dari beberapa kelebihannya, rupanya Infinix juga tidak luput dari serangkaian kekurangan yang membuatnya kalah saing.

1. Sering Mengabaikan Lensa Ultrawide

Infinix GT 30 Pro

Ini jadi salah satu kekurangan yang cukup ironis dan sering dibicarakan dari jajaran produk Infinix di akhir 2025. Di satu sisi, Infinix begitu dermawan dalam menghadirkan sensor kamera utama beresolusi besar. Sensor 108MP bukan lagi fitur mahal dan sudah banyak muncul di lini kelas menengah mereka.

Namun, kemewahan di kamera utama tersebut kerap harus ditebus dengan hilangnya lensa pendamping yang paling dibutuhkan, yaitu lensa ultrawide.

Daripada membekali ponsel dengan lensa ultrawide, konfigurasi kamera Infinix (terutama di seri seperti Infinix Hot 60 Pro atau Note 50 varian standar) justru terlihat kurang seimbang. Mereka cenderung memasangkan kamera utama 108MP itu dengan sensor 2MP untuk makro dan 2MP untuk depth. Dari sisi fungsi, kedua sensor tambahan ini hampir tidak memberi kontribusi berarti.

Kondisi ini sebenarnya sangat disayangkan. Lensa ultrawide punya manfaat yang jauh lebih terasa dalam penggunaan harian. Contoh untuk memotret lanskap, bangunan besar, atau yang paling umum, foto grup di ruangan yang sempit. Kebutuhan semacam ini jauh lebih relevan dibandingkan memotret objek kecil dengan lensa makro 2MP yang kualitasnya sering tidak memuaskan.

Saya juga cukup menyayangkan bahwa Infinix Indonesia belum memperbarui lini Zero mereka. Biasanya, seri Zero menawarkan konfigurasi kamera yang lebih lengkap dan lebih seimbang.

Namun ada hal menarik yang muncul sebagai pengecualian, yaitu kehadiran Infinix GT 30 dan GT 30 Pro yang justru membawa lensa ultrawide. Kehadiran ultrawide di seri GT ini memberi harapan bahwa Infinix masih mempertimbangkan kebutuhan fotografi yang lebih luas bagi para pengguna.

2. Pengalaman XOS yang Masih Terasa Ramai dan Penuh Bloatware

Infinix Note 12

XOS ternyata punya dua sisi. Seperti yang sudah dibahas di bagian kelebihan, software ini mengalami peningkatan yang baik. Fitur canggih seperti Folax AI dan jaminan update OS 2-3 kali adalah keunggulan besar yang tidak bisa diabaikan dan menjadi nilai jual utama.

Namun, di sisi lain, pengalaman harian XOS masih menjadi PR bagi Infinix. Saat pertama kali menyalakan HP, pengguna seringkali masih disambut dengan cukup banyak bloatware (aplikasi bawaan). Aplikasi-aplikasi ini tidak hanya memakan ruang penyimpanan tetapi juga membuat laci aplikasi terasa penuh sesak sejak awal.

Masalah kedua, dan mungkin yang paling sering dikeluhkan, adalah "keramaian" notifikasi. Beberapa aplikasi sistem atau bloatware bawaan terkadang masih aktif mengirimkan notifikasi push yang terasa seperti iklan. Hal ini sedikit mencederai pengalaman premium yang seharusnya didapat, mengingat hardware Infinix yang kini sudah sangat mumpuni.

3. Penamaan Seri yang Bikin Bingung

Infinix Hot 50 Series

Infinix memiliki banyak sekali lini produk yang hadir resmi di Indonesia. Ada seri Smart, seri Hot, seri Note, seri GT, dan terkadang seri Zero juga ikut hadir meramaikan. Sebenarnya, beberapa seri punya posisi yang sangat jelas dan mudah dipahami oleh konsumen.

Seri Smart, misalnya, sudah jelas diposisikan sebagai lini paling terjangkau (Rp 1 jutaan) untuk kebutuhan dasar. Begitu pula seri GT (untuk gaming berat) dan seri Zero sebagai ponsel premium yang fokus di kamera.

Masalahnya, kebingungan seringkali terjadi "di tengah". Tepatnya pada dua seri yang paling laris dan paling banyak diiklankan: seri Hot dan seri Note.

Penyebab pertama adalah terlalu banyaknya varian dalam satu seri. Mari lihat Infinix Hot 50 Series. Di pasar Indonesia, hadir Hot 50i (paling dasar), Hot 50 (reguler), Hot 50 5G (dukung 5G), Hot 50 Pro (performa 4G), dan bahkan Hot 50 Pro+ (paling premium dengan layar AMOLED).

Bagi orang awam, sangat sulit membedakan keunggulan spesifik dan posisi harga dari lima varian dalam satu lini seri ini.

Hal yang sama terjadi di seri Note. Ambil contoh jajaran Infinix Note 50 di Indonesia. Konsumen disuguhkan dengan pilihan seperti Infinix Note 50, Infinix Note 50 Pro, Infinix Note 50S 5G Plus, dan Infinix Note 50X 5G Plus.

Penamaan dengan embel-embel "S", "X", dan "Plus" ini membuat konsumen pusing untuk memetakan mana seri yang paling sesuai kebutuhan dan anggaran.

Puncak kebingungan terjadi ketika seri Hot tertentu mulai bersinggungan dengan seri Note tertentu, baik secara harga maupun spesifikasi. Misalnya, Infinix Hot 50 Pro+ harganya bisa jadi sangat mirip atau bahkan "nempel" dengan Infinix Note 50 versi 4G.

Ini membuat konsumen dihadapkan pada pilihan yang membingungkan. "Saya lebih baik beli Hot seri tertinggi, atau Note seri terendah?" Kadang spesifikasinya pun tumpang tindih; mungkin yang satu unggul di layar, tapi yang satu unggul di chipset. Ketidakjelasan pemisahan segmen antara Hot dan Note inilah yang menjadi "PR" besar bagi Infinix.

3. Ketergantungan Kuat pada MediaTek

Infinix Hot 50 Pro+

Infinix punya kerjasama yang erat dengan MediaTek. Ini jelas menjadi kelebihan karena memungkinkan mereka mendapatkan harga chipset yang sangat baik, sehingga bisa merilis HP berperfoma kencang dengan harga murah.

Akan tetapi, kemitraan yang terlalu erat ini berefek pada ketergantungan mereka ke MediaTek di segmen mainstream mereka.

Ketergantungan ini terlihat sangat jelas di segmen kelas menengah. Infinix terbukti sangat "sayang" dengan chipset legendaris Helio G99. Saking suksesnya, di tahun 2025 pun chipset ini (atau varian barunya seperti Helio G100 dan Helio G200 yang pada dasarnya adalah refreshment) masih mendominasi lini 4G mereka. 

Hal ini membuat banyak ponsel di seri Hot dan Note 4G terasa stagnan dari segi performa inti. Memang, Infinix tidak 100% menggunakan MediaTek di semua produknya. Untuk segmen entry-level atau di seri yang lebih lama, mereka juga menggunakan chipset lain. 

Contohnya, Infinix Hot 40i  menggunakan Unisoc Tiger T606. Dan di lini produk 2025, seri paling terjangkau seperti Infinix Smart 10 dan Infinix Smart 10 Plus justru ditenagai oleh Unisoc T7250.

Masalahnya, penggunaan Unisoc ini "mengunci" konsumen di segmen paling bawah (seri Smart). Sementara itu, Qualcomm Snapdragon benar-benar absen di seluruh lini populer (Hot, Note, dan GT. Padahal, Infinix pernah memakai cip Snapdragon pada produk Infinix Hot S3X yang dirilis 2018 silam. Setelah itu, chipset ini seakan menghilang dari portofolio mereka.

Simpulan

Jelas sekali, Infinix telah bertransformasi secara impresif. Dulu dikritik soal build quality dan update software, kini mereka justru unggul dengan bodi IP64, jaminan OS, dan teknologi fast charging (90W, Bypass, Wireless). Peningkatan brand value mereka pun terbukti sukses menempatkan mereka sebagai salah satu pemimpin pasar.

Tentu saja, Infinix bukannya tanpa kekurangan. Di balik semua keunggulan itu, mereka memiliki beberapa sisi yang bisa ditingkatkan. Dan saya percaya mereka bisa melakukannya lebih baik di masa mendatang.

Kategori:

cross